KOMSOS BINTARAN

KOMSOS BINTARAN

20/09/08

SADHANA BINTARAN



Apa itu. Sadhana Bintaran (Sabin)? Awalnya hanyalah teman lama yang sering nongkrong dan ngobrol di Serambi Komsos yang sampai sekarangpun masih sering ngobrol dan nongkrong di situ. Karena untuk masuk ke kelompok Mudika merasa sudah tidak wangun, ingin ke komunitas lain seperti nyanyi juga kemampuannya hanya paspas-an, maka ketika ngumpul yang dilakukan hanya ngobrol ngalor-ngidul mengingat romantisme jaman dulu.Biasalah ketika ngobrol ngalor-ngidul itu tadi biasanya orang punya keinginan dan harapan yang muluk-muluk, ingin membuat kelompok teaterlah, ingin menghidupkan lagi mudika yang vakumlah, ingin buka usahalah, atau apapun keinginan yang muncul hanya sekedar basa-basi. Kebetulan juga yang sering nongkrong di situ adalah para pemuda yang usianya sekitar 30an tahun lalu pernah muncul gagasan untuk membuat komunitas 25-35 tapi nanti dikira ikut-ikutan kemudian muncul ide membuat komunitas 25+. Tujuan utamanya ya apalagi kalau tidak mencari jodoh yang seiman. Namun, meskipun. gagasan ini pernah juga didukung oleh Pak Mardjo mengingat sekarang ini tidaklah mudah mencari pasangan hidup yang seiman sehingga kiranya kegiatan seperti itu bisa membantu kaum muda dengan menjadi jembatan menemukan pasangan hidupnya. Namun pada kenyataannya banyak kaum muda, khususnya yang berusia 25-35, malu untuk mengikuti kegiatan seperti ini. Pertama karena para Mudika yang biasanya berusia SMA dan kuliah malah sering mengejek “Kelompok bujang lapuk dan perawan lapuk” maksudnya banyak orang yang masih mengecap usia-usia seperti itu sebagai orang yang tidak laku. Tapi bisa ditanya sendiri pada me-reka bahwa mereka memilih untuk tidak pacaran dulu atau menikah dulu adalah pilihan sadar mereka karena menurut mereka itulah pilihan yang terbaik buat mereka.Sempat beredar berita bahwa kdompok yang sering ngumpul tiap Selasa malam di serambi komsos adalah komunitas 25+. Isu ini awalnya menguntungkan karena harapan kami dengan beredarnya isu tersebut akan memudahkan sosialisasi dari mulut ke mulut Tapi temyata harapan itu tidak menjadi kenyataan sebab yang ngumpul ya hanya orang-orang itu saja: Yohanes, Bayu, Agung, Anjar, dan Doni.


Malah akhirnya mereka yang masih berumur di bawah 25 tahun juga sering ikut nongkrong dan ngobrol di situ. Mereka menjadi seperti dikarbit (dewasa lebih cepat). Tapi tantangan globalisasi dengan banyaknya stasiun TV dan internet menuntut anak sekarang seperti itu yang kadang sulit diimbangi oleh orang tua sendiri. Kemudian kadang ada orang-orang baru yang datang seperti Aris dari Pugeran: Lalu dari mereka yang sering kumpul itu ingin membuat komunitas yang serius menjadi fokus kegiatan tiap Selasa malam. Kegiatan apa yang bisa dilakukan oleh semua orang yang berbeda talenta ini? Jawabannya ternyata meditasi.


Hasil dari diskusi malam itu yang menetapkan tiap Setasa malam akan diisi dengan meditasi setengah jam kemudian jika memungkinkan diadakan latihan teater namun kalau tidak memungkinkan ya diadakan sharing pengalaman. Lalu mulailah kita mencari referensi untuk meditasi dan teater. Ketika diskusi dengan Romo Tedjo, Romo mendukung kegiatan seperti itu bisa mengambil acuan reterensi dariSadhana (Buku Meditasi karangan Anthony De Mello, SJ). Setelah mempelajari sedikit buku itu kami lalu sepakat untuk menamakan kelompok meditasi selasa malam sebagai kemompok Sadhana Bintaran (Sabin).


Berdasarkan pengalaman teman-teman ternyata meditasi itu membawa pengalaman rohani yang bermacam-macam. Ketika kita mencari beberapa referensi mulai dari buku Sadhana (Anthony De Mello, 81), John Main, OSB, dan beberapa buku meditasi lain kami malah bingung sebab ternyata meditasi walaupun intinya sama tapi bisa menggunakan metode yang berbeda--beda dan untuk tujuan yang berbeda-beda pula. Maka meskipun kami memakai nama Sadhana untuk praktisnya kami menggunakan metode dari John Main, OSB karena kami rasa lebih mudah dan tidak membingungkan serta tetap setiap latihan.


Tujuan utama dari meditasi ini adalah menuju keheningan dan kesederhanaan. Ternyata untuk hening dan menjadi sederhana sangat suIit. Dari beberapa kali latihanpun teman-teman masih merasa kesulitan untuk menuju keheningan dan itu kami sadari karena tidak ada sesuatu yang instant semua harus melalui proses yang bertahap.


Sadhana Bintaran 2008

Tidak ada komentar:

Sugeng Rawuh

Selamat datang di LoncengBintaran, media komunikasi dan informasi Paroki St. Yusup Bintaran-Yogyakarta